Thursday 12 September 2013

Pelanggaran Kode Etik dalam Engineering : Kasus Meluapnya Lumpur Lapindo

Nama : Bimo Aryo Tyasono
NIM : 16513308

Kasus lumpur lapindo, yang menguras uang negara hingga triliunan rupiah adalah
salah satu pelanggaran etika dalam engineering. Etika engineer yang dilanggar adalah kode
etik nomor 1, yaitu Hold Paramount the safety, health, and welfare of the public. PT. Lapindo
Brantas di Sidoarjo tidak mempedulikan keselamatan warga yang terkena lumpur yang
meluap. Hingga kini, masih banyak warga di sekitar daerah luapan lumpur yang belum
mendapat ganti rugi dari PT. Lapindo Brantas.

Kronologi Kasus Lumpur Lapindo
Semburan lumpur panas atau mud volcano di Kabupaten Sidoarjo itu muncul pertama
kalinya pada 29 Mei 2006 sekitar pukul 05.00. Tepatnya di areal persawahan Desa Siring,
Kecamatan Porong.
Jarak titik semburan sekitar 150 meter arah barat daya sumur Banjar Panji 1 milik
Lapindo Brantas Inc. Sumur Banjar Panji 1 merupakan eksplorasi vertikal. Targetnya,
mencapai formasi Kujung dengan kedalaman 10.300 kaki. Sampai dengan semburan atau
blow out pertama, eksplorasi telah berjalan tiga bulan.
Semburan lumpur panas di Sidoarjo tidak muncul dengan sendirinya. Ada suatu
kronologi di dalam sumur Banjar Panji 1 yang mendahuluinya.
Berdasarkan laporan kronologi kejadian, pada tanggal 27 Mei, pengeboran dilakukan
dari kedalaman 9.277 kaki ke 9.283 kaki. Pukul 07.00 hingga 13.00 pengeboran dilanjutkan
ke kedalaman 9.297 kaki.
Pada kedalaman ini, sirkulasi lumpur berat masuk ke dalam lapisan tanah. Peristiwa ini
disebut loss. Lumpur berat ini digunakan sebagai semacam pelumas untuk melindungi mata
bor sekaligus untuk menjaga tekanan hidrostatis dalam sumur agar stabil.
Setelah terjadi loss, sebagai langkah standar disuntikkan loss circulating material
(LCM) atau material penyumbat ke dalam sumur. Tujuannya untuk menghentikan loss agar
sirkulasi kembali normal.
Peristiwa loss yang lazim dalam pengeboran pada umumnya diikuti munculnya
tekanan tinggi dari dalam sumur ke atas atau disebut kick. Untuk mengantisipasi kick, pipa
ditarik ke atas untuk memasukkan casing sebagai pengamanan sumur. Sebagai catatan,
casing terakhir terpasang di kedalaman 3.580 kaki.
Saat proses penarikan pipa hingga 4.241 kaki pada 28 Mei pukul 08.00-12.00,
terjadilah kick. Kekuatannya 350 psi. Kemudian disuntikkanlah lumpur berat ke dalam sumur.
Ketika hendak ditarik lebih ke atas, bor macet atau stuck di 3.580 kaki. Upaya
menggerakkan pipa ke atas, ke bawah, maupun merotasikannya gagal. Bahkan pipa tetap
bergeming saat dilakukan penarikan sampai dengan kekuatan 200 ton. Upaya ini
berlangsung mulai pukul 12.00 hingga 20.00. Selanjutnya untuk mengamankan sumur,
disuntikan semen di area macetnya bor.
Akibat macet, akhirnya diputuskan bor atau fish diputus dari rangkaian pipa dengan
cara diledakkan. Pada 29 Mei pukul 05.00, terjadilah semburan gas berikut lumpur ke
permukaan.
Secara kasatmata, material keluar tersebut berupa lumpur berwarna abu-abu. Bila
dipisahkan, secara umum material lumpur terdiri atas air dan lempung.
Volume lumpur yang keluar rata-rata 50.000 meter kubik per hari. Pada seminggu
belakangan, debitnya turun. Menurut Gubernur Jawa Timur Imam Utomo pada saat jumpa
pers di Hotel JW Marriott, 8 Juli, volumenya kini menjadi 30.000 meter kubik per hari.

Dugaan Penyebab Meluapnya Lumpur Ditinjau dari Aspek Sains dan Matematika
Dalam AAPG 2008 International Conference & Exhibition dilaksanakan di Cape Town
International Conference Center, Afrika Selatan, tanggal 26-29 Oktober 2008, merupakan
kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh American Association of Petroleum Geologists
(AAPG) dihadiri oleh ahli geologi seluruh dunia, menghasilan pendapat ahli: 3 (tiga) ahli dari
Indonesia mendukung GEMPA YOGYA sebagai penyebab, 42 (empat puluh dua) suara ahli
menyatakan PEMBORAN sebagai penyebab, 13 (tiga belas) suara ahli menyatakan
KOMBINASI Gempa dan Pemboran sebagai penyebab, dan 16 (enam belas suara) ahli
menyatakan belum bisa mengambil opini. Laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan
tertanggal 29 Mei 2007 juga menemukan kesalahan-kesalahan teknis dalam proses
pemboran.
Pada awal tragedi, Lapindo bersembunyi di balik gempa tektonik Yogyakarta yang
terjadi pada hari yang sama. Hal ini didukung pendapat yang menyatakan bahwa pemicu
semburan lumpur (liquefaction) adalah gempa (sudden cyclic shock) Yogya yang
mengakibatkan kerusakan sedimen. Namun, hal itu dibantah oleh para ahli (hanya 3 ahli dari
Indonesia yang mendukung gempa yogya sebagai penyebab utama), bahwa gempa di
Yogyakarta yang terjadi karena pergeseran Sesar Opak tidak berhubungan dengan
Surabaya. Argumenliquefaction lemah karena biasanya terjadi pada lapisan dangkal, yakni
pada sedimen yang ada pasir-lempung, bukan pada kedalaman 2.000-6.000 kaki. Lagipula,
dengan merujuk gempa di California (1989) yang berkekuatan 6.9 Mw, dengan radius terjauh
likuifaksi terjadi pada jarak 110 km dari episenter gempa, maka karena gempa Yogya lebih
kecil yaitu 6.3 Mw seharusnya radius terjauh likuifaksi kurang dari 110 Km. Akhirnya,
kesalahan prosedural yang mengemuka, seperti dugaan lubang galian belum sempat
disumbat dengan cairan beton sebagai sampul. Hal itu diakui bahwa semburan gas Lapindo
disebabkan pecahnya formasi sumur pengeboran.Sesuai dengan desain awalnya, Lapindo
harus sudah memasang casing 30 inchi pada kedalaman 150 kaki, casing 20 inchi pada 1195
kaki, casing (liner) 16 inchi pada 2385 kaki dancasing 13-3/8 inchi pada 3580 kaki. Ketika
Lapindo mengebor lapisan bumi dari kedalaman 3580 kaki sampai ke 9297 kaki, mereka
belum memasang casing 9-5/8 inci. Akhirnya, sumur menembus satu zona bertekanan tinggi
yang menyebabkan kick, yaitu masuknya fluida formasi tersebut ke dalam sumur. Sesuai
dengan prosedur standar, operasi pemboran dihentikan, perangkap Blow Out Preventer
(BOP) di rig segera ditutup & segera dipompakan lumpur pemboran berdensitas berat ke
dalam sumur dengan tujuan mematikan kick. Namun, dari informasi di lapangan, BOP telah
pecah sebelum terjadi semburan lumpur. Jika hal itu benar maka telah terjadi kesalahan
teknis dalam pengeboran yang berarti pula telah terjadi kesalahan pada prosedur operasional
standar.
Kesalahan teknis dalam prosedur operasional standar tentu sangat fatal apalagi
dilakukan oleh perusahaan sebesar PT. Lapindo Brantas. Hal ini jelas tidak mengindahkan
kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan para penduduk di sekitar luapan lumpur yang
mendapat kerugian besar karenanya (secara rinci diuraikan di bagian Dampak Lumpur
Lapindo)

Dampak Lumpur Lapindo
Semburan lumpur panas yang mengeluarkan lumpur setiap harinya serta volume
lumpur yang semakin hari semakin banyak, sehingga lumpur meluber kemana-mana. Hal ini
menyebabkan kerugian besar yaitu :
1. Banyak petani kehilangan ladangnya, sawah yang terendam tidak dapat ditanami kembali
karena tidak subur lagi. Petani jelas berkurang kesejahteraannya karena lapangan pekerjaan
mereka telah rusak oleh lumpur yang meluap.
2. Banyak rumah penduduk yang terendam lumpur panas, rumah yang terendam tidak dapat
ditempati lagi. Hal ini merupakan dampak pada kesejahteraan publik.
3. Banyak sektor pendidikan terancam lumpur sehingga para siswa dipindahkan ke sekolah
yang aman dari luberan lumpur. Sektor ini juga merupakan pelanggaran etika kesejahteraan
publik yang dilanggar oleh PT Lapindo Brantas
4. Banyaknya industri yang tutup, misalnya pabrik minuman, pabrik minyak wangi, pabrik
kerupuk, pabrik payung tradisional, pabrik sabun, pabrik jam, dan industri yang lain.
5. Banyak pengangguran, akibat semburan lumpur pabrik-pabrik ditutup karena takut adanya
kebakaran di lumpur panas. Keamanan di sekitar lokasi meluapnya lumpur panas juga tidak
dicermati sehingga berdampak ke berkurangnya kesejahteraan masyarakat, yaitu masyarakat
yang menganggur karena pabrik-pabrik yang ditutup.
6. Bau gas yang berasal dari lumpur panas membuat sesak nafas, dan kerusakan di saluran
pernapasan. Ini merupakan pelanggaran kode etik, yaitu kesehatan publik.

Sumber:
KOMPAS Senin, 24 Juli 2006
http://agorsiloku.wordpress.com/2006/07/26/mengapa-lumpur-panas-menyembur/
http://saragusti22.wordpress.com/2013/01/21/tragedi-lumpur-lapindo/

No comments:

Post a Comment